banner 1080x1921
banner 1080x1921
AmbonEkspose

Pembangunan Radar TNI AU di Nusaniwe Ambon Terancam Gagal Akibat Penolakan Warga

AMBON, Ambonekspose.com – Pembangunan Radar TNI AU di Kawasan Paralayang Negeri Nusaniwe, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, menuai penolakan dari masyarakat setempat. Penolakan tersebut muncul karena lahan seluas 8,4 hektare yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan merupakan milik warga yang selama ini dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, serta objek wisata.

“Kami bukan menolak pembangunan, tetapi mempertanyakan dasar hukum pemanfaatan lahan kami. Tidak ada sosialisasi, tiba-tiba dipatok begitu saja,” tegas Minggus Wattilete, tokoh masyarakat Nusaniwe, saat diwawancarai wartawan di Kawasan Wisata Pintu Kota, Minggu (29/6/2025).

Menurut Wattilete, pematokan lahan yang dilakukan oleh pihak TNI AU dalam hal ini Lanud Pattimura telah menimbulkan keresahan. Ia menilai keputusan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup cacat hukum karena tidak melibatkan masyarakat sebagai pemilik lahan secara resmi.

Dalam pertemuan tatap muka yang digelar pada hari Minggu tersebut, hadir Komandan Lanud Pattimura Kolonel Pnb Sugeng Sugiharto bersama sejumlah perwira TNI AU. Pertemuan itu bertujuan menjelaskan urgensi dan manfaat pembangunan Satrad TNI AU bagi sistem pertahanan udara nasional di wilayah timur Indonesia.

“Radar Site TNI AU adalah bagian dari sistem pengawasan udara yang bertujuan mendeteksi aktivitas pesawat tak dikenal yang masuk wilayah Indonesia bagian Timur,” jelas Kolonel Sugeng dalam forum tersebut.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa proyek ini merupakan program strategis nasional yang tak hanya berfokus pada pertahanan, tetapi juga mendukung pariwisata lokal melalui pembangunan sarana olahraga kedirgantaraan seperti paralayang yang akan melibatkan pelatihan serta pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Namun, argumen tersebut tidak mampu meredam kekhawatiran masyarakat. Warga menganggap pembangunan radar justru mengancam kelangsungan hidup mereka. “Di sana satu-satunya sumber mata air untuk kami di Nusaniwe, Airlouw, dan Latuhalat. Kalau dibangun radar, bagaimana kami bertahan hidup?” ujar salah satu warga yang hadir dalam forum.

Warga juga merasa hak atas tanah mereka diabaikan. Mereka menilai, negara bertindak semena-mena atas nama proyek strategis tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis terhadap masyarakat adat yang telah menjaga wilayah tersebut selama puluhan tahun.

“Kami hanya ingin kejelasan. Kami bukan menghambat negara, tapi negara juga jangan mencabut akar kehidupan kami tanpa kompromi,” tandas Wattilete.

Dengan eskalasi penolakan ini, kelanjutan pembangunan Satrad TNI AU di Kecamatan Nusaniwe terancam batal apabila tidak ada dialog terbuka dan penyelesaian legal terhadap status lahan yang disengketakan.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup terkait status hukum lahan dan tindak lanjut atas aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan dapat memediasi konflik agar solusi yang adil dan tidak merugikan kepentingan nasional maupun hak masyarakat dapat segera tercapai. (*)

error: Konten Dilindungi !