AmbonEkspose.com- Kisruh di tubuh Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Yapono Kota Ambon semakin memanas. Walikota Ambon diduga mengabaikan hasil seleksi calon Direktur Utama yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan (UKK), menimbulkan gejolak di internal perusahaan serta keresahan publik pengguna layanan air bersih.
Kisruh ini mencuat setelah beredarnya surat protes dari internal perusahaan yang bocor ke publik. Surat tersebut diunggah oleh seorang pegawai berinisial WP dan dikirim ke DPRD Kota Ambon, Walikota, serta Inspektorat Daerah. Isinya menyoroti praktik pengangkatan pejabat dan promosi jabatan yang diduga menyalahi aturan serta tidak transparan.

“Kami merasa proses promosi dan perekrutan di tubuh perusahaan sudah melenceng jauh dari prosedur, sehingga motivasi pegawai makin turun,” kata salah satu pegawai Perumda Tirta Yapono yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Protes tersebut menguatkan dugaan bahwa Walikota Ambon sengaja menunda pelantikan Jefry Riry, calon Direktur Utama terpilih yang telah dinyatakan lulus seleksi pada Agustus 2024. Hingga berita ini diturunkan, Riry belum juga dilantik, sementara masa jabatan Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Utama Pieter Saimima, seorang pensiunan ASN, telah kedaluwarsa sejak September 2024.

Di sisi lain, Pieter Saimima masih menjalankan tugas sebagai Dirut tanpa legitimasi hukum yang baru. Hal ini jelas bertentangan dengan PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Permendagri No. 23 Tahun 2024 yang mewajibkan kepala daerah untuk segera menetapkan dan melantik Direksi definitif setelah masa jabatan PLT berakhir.
“Regulasi sudah jelas, masa jabatan PLT tidak bisa diperpanjang tanpa dasar hukum. Jika dibiarkan, maka kebijakan perusahaan bisa dianggap cacat hukum,” kata seorang sumber dari kalangan pemerhati kebijakan publik di Ambon.

Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan serius soal komitmen Pemerintah Kota Ambon terhadap prinsip tata kelola yang baik (good governance) di lingkungan BUMD. Sebab, hingga kini belum ada keterangan resmi dari Walikota Ambon mengenai alasan penundaan pelantikan Jefry Riry.
Sementara itu, DPRD Kota Ambon juga belum bersikap tegas meski telah menerima salinan surat protes dari pegawai. Beberapa anggota dewan menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan klarifikasi dalam waktu dekat

Masalah di Perumda Tirta Yapono bukan hanya soal kepemimpinan. Berdasarkan data internal, tingkat efektivitas penagihan pelanggan hanya mencapai 60 persen, menyebabkan potensi kerugian miliaran rupiah. Kondisi ini diperburuk oleh turunnya semangat kerja pegawai akibat kebijakan internal yang tidak jelas.
Pelayanan air bersih di sejumlah kawasan Kota Ambon kini semakin tidak menentu. Warga di kawasan Sirimau dan Nusaniwe bahkan mengeluhkan distribusi air yang sering macet, meski pembayaran dilakukan tepat waktu. Situasi ini mengancam kredibilitas pemerintah daerah yang menjadikan penyediaan air bersih sebagai prioritas utama dalam program pembangunan 2025–2030.
“Kalau BUMD-nya bermasalah begini, bagaimana masyarakat bisa menikmati layanan air yang layak? Pemerintah harus turun tangan, bukan diam,” ujar seorang warga Uritetu, Ambon, kepada AmbonEkspose.com.
Pemerintah Kota Ambon sebagai pemegang saham utama dan pembina BUMD seharusnya segera mengambil langkah korektif. Penundaan pelantikan direksi yang sah berpotensi menyalahi hukum dan menurunkan kepercayaan publik.
Situasi di Perumda Tirta Yapono kini menjadi ujian nyata bagi transparansi dan integritas Pemerintah Kota Ambon. Jika Walikota terus mengabaikan hasil seleksi yang sah, maka bukan hanya pelayanan publik yang terancam, tetapi juga kredibilitas birokrasi di mata masyalikota harus menjelaskan secara terbuka mengapa hasil seleksi resmi diabaikan. Ini bukan soal pribadi, tapi soal hukum dan kepentingan publik…,” tegas salah satu akademisi dari Universitas Pattimura yang menilai krisis PDAM Ambon sebagai “bom waktu” tata kelola daerah.
Kisruh ini menunjukkan bahwa perbaikan tata kelola SDM BUMD di Ambon mendesak dilakukan. Publik kini menunggu langkah tegas DPRD dan Inspektorat untuk memastikan aturan dijalankan, serta menuntut Walikota Ambon bertanggung jawab atas stagnasi manajemen air bersih di ibu kota provinsi Maluku ini. (*)

























