banner 1080x1921
banner 1080x1921
AmbonEkspose

Akademisi Unpatti dan IGI Maluku Desak Evaluasi Kepemimpinan Plh SMPN 7 Malteng

Kritik tajam disuarakan oleh akademisi Unpatti dan Ketua IGI Maluku terhadap gaya kepemimpinan Plh Kepala SMPN 7 Malteng yang dianggap merusak iklim pendidikan.

Ambon | AmbonEkspose – Krisis internal yang melanda SMP Negeri 7 Maluku Tengah akibat gaya kepemimpinan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Sekolah, Anthoni Rotasouw, akhirnya menuai reaksi keras dari kalangan akademisi Universitas Pattimura dan pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Provinsi Maluku. Kedua pihak menilai bahwa Rotasouw telah melanggar prinsip dasar kepemimpinan pendidikan, bahkan mengancam stabilitas dan kualitas sekolah tersebut.

Masalah bermula dari serangkaian tindakan sepihak Rotasouw yang menciptakan polarisasi di lingkungan sekolah. Ia dituding mengangkat orang-orang loyalisnya ke dalam struktur manajemen sekolah, mengintimidasi guru-guru senior, hingga membentuk tim pengembangan sekolah tanpa koordinasi dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.

“Sudah beberapa kali beliau marah-marah dan bicara dengan suara tinggi, bahkan sampai menyebut guru ‘biadap’ di depan forum,” ujar salah satu guru yang enggan disebutkan namanya.

Akademisi Universitas Pattimura yang juga Pemerhati Pendidikan Maluku, Samuel Patra Ritiauw, menyoroti dampak negatif dari model kepemimpinan otoriter yang dipertontonkan Rotasouw. Menurutnya, kepemimpinan dalam dunia pendidikan harus mengedepankan teladan moral, bukan intimidasi dan konflik.

“Pemimpin pendidikan harus jadi contoh, bukan sumber konflik. Ini menyangkut masa depan siswa,” kata Samuel Patra Ritiauw.

Ia menambahkan bahwa keberlangsungan pendidikan tidak boleh dikorbankan demi kepentingan pribadi atau kelompok kecil dalam institusi pendidikan. Ritiauw meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah untuk segera mengevaluasi jabatan Plh kepala sekolah tersebut secara objektif dan terbuka.

“Kalau terus dibiarkan, konflik ini bisa semakin dalam dan merusak ekosistem pendidikan di sekolah. Sudah saatnya dilakukan pergantian,” tutup Ritiauw.

Senada dengan itu, Ketua IGI Provinsi Maluku, Ode Abdurrachman, mengecam keras gaya kepemimpinan Rotasouw. Dalam pernyataan tertulis yang diterima media ini, Ode menyebut tindakan Rotasouw sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelecehan terhadap etika profesi guru.

“Gaya memimpin yang ditunjukkan oleh Rotasouw bukan hanya mencederai etika profesi, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan dan intimidasi,” kata Ode Abdurrachman.

Ode menegaskan bahwa kepala sekolah wajib memenuhi standar kompetensi manajerial, kepribadian, dan sosial sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018. Ia menilai bahwa Rotasouw gagal total dalam memenuhi aspek-aspek tersebut.

“Jika kepala sekolah justru menjadi sumber ketakutan dan tekanan bagi para guru, maka ia tidak layak memimpin institusi pendidikan,” tegas Ode.

IGI Maluku menyebut bahwa keberanian para guru untuk bersuara menjadi sinyal bahwa krisis telah mencapai titik genting. Situasi ini, jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan penurunan mutu pendidikan serta keretakan hubungan antar tenaga pendidik.

“Bagaimana guru dapat fokus mengajar jika mereka merasa tidak aman secara psikologis di lingkungan kerja mereka sendiri?” kritik Ode.

Sebagai bentuk respons konkret, IGI Maluku mengusulkan tiga langkah strategis kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah. Pertama, membentuk tim independen investigasi. Kedua, mencopot Rotasouw dari jabatan Plh jika terbukti melakukan pelanggaran. Ketiga, menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan berbasis etika dan relasi sosial.

“Pelatihan kepemimpinan tidak boleh sekadar administratif. Harus ada penekanan pada kecerdasan emosional, etika, dan kemampuan membangun relasi yang sehat dalam komunitas pendidikan,” ujar Ode.

Lebih lanjut, Ode menegaskan bahwa kepala sekolah bukanlah “raja kecil” yang bisa bertindak semena-mena terhadap bawahannya. Dunia pendidikan, menurutnya, memerlukan figur yang rendah hati, terbuka terhadap kritik, dan mampu merangkul semua elemen di lingkungan sekolah.

“Kepala sekolah adalah pelayan publik. Mereka ditugaskan untuk melayani, membina, dan membangun, bukan menguasai,” tandasnya.

Pernyataan keras dari akademisi Unpatti dan IGI Maluku ini menjadi sorotan penting dalam dinamika pendidikan di Maluku Tengah. Dengan tekanan dari dua institusi kredibel, publik kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten dan Dinas Pendidikan terkait nasib kepemimpinan di SMP Negeri 7 Maluku Tengah.

“Kami menuntut tindakan terbuka dan akuntabel. Jangan biarkan satu oknum merusak nama baik dunia pendidikan di Maluku,” tutup Ode Abdurrachman. (*)

error: Konten Dilindungi !